Oleh : Imran Duse (Wakil Ketua KIP Kaltim)
Entah kenapa, Hakordia dan pilkada berjumpa di hari yang sama: Rabu, 9 Desember 2020. Kita tak tahu –atau mungkin tak perlu tahu–, mengapa keduanya bersua hari ini.
Ataukah “mereka” ada bikin janji bersobok di waktu berlimpah hiruk-pikuk ini?
Yang kita tahu, Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) diperingati masyarakat internasional dengan tabik, melalui berbagai bentuk acara. Ini merujuk dengan waktu penandatangan Perjanjian Antikorupsi pertama di dunia yang dilaksanakan di Merdia, Meksiko, 9-11 Desember 2003 silam.
Di Indonesia, peringatan itu diinisiasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga negara yang fokus pada upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi. KPK pun telah edarkan realese agar lembaga dan masyarakat ikut serta memperingatinya. Tema yang diusung: “Membangun Kesadaran seluruh Elemen Bangsa dalam Budaya Antikorupsi.”
Yang juga kita ketahui, sehari setelah kelahiran pemimpin baru di 270 daerah yang menghelat pilkada, pada 10 Desember, juga diperingati masyarakat global sebagai hari Hak Asasi Manusia (HAM). Agar nilai-nilai HAM senantiasa terjaga, dihormati, dan dilindungi –terutama oleh negara.
Maka, selain digelar di paruh kecemasan pandemi Covid-19, pilkada serentak tahun ini nampak “dihimpit” oleh dua momentum konsekuensial tadi: Hakordia dan HAM.
Lalu, apa gerangan yang ditandainya?
Antikorupsi
Dalam dua pekan terakhir menjelang peringatan Hakordia, KPK melakukan serangkaian Operasi Tangkap Tangan (OTT). Bahkan, hanya dalam waktu 10 hari, ada dua menteri pemerintahan Presiden Jokowi ditangkap karena kasus (dugaan) korupsi.
Yang pertama Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo. Dan kedua, Menteri Sosial (Kemensos) Juliari P Batubara. Kita pun termangu. Sebab, bahkan untuk urusan bantuan kemanusiaan dan di tengah bencana nasional non-alam saja, syahwat korupsi itu ajek berdenyut.
Sebelumnya, masih di dua pekan yang sama, KPK juga menangkap tangan Walikota Cimahi Ajay Muhammad Priatna dan Bupati Banggai Laut Wenny Bukamo.
Serangkaian kegiatan OTT yang digelar KPK tersebut menjadi kado terindah dalam memperingati Hakordia tahun ini. Persepsi publik yang sebelumnya berada di titik nadir, sekonyong-konyong berubah.
Setelah pengesahan UU KPK (hasil revisi), banyak pihak memalingkan harapan dari komisi antirasuah tersebut. Umumnya beranggapan, “anak kandung” reformasi itu kini seiring-sejalan dan bahkan berselingkuh dengan kekuasaan. Karenanya, tak banyak lagi yang dapat diharap. Independensi KPK pun digugat.
Jauh sebelumnya, kita mafhum bahwa isu pemberantasan korupsi dan HAM menjadi energi yang sedemikian efektif menggerakkan bola salju gerakan reformasi. Klimaksnya terjadi ketika Presiden Soeharto menyatakan berhenti menjadi presiden pada 21 Mei 1998.
Karena itu, saat fajar reformasi menghangatkan Ibu Pertiwi dua dekade lalu, undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU No.31/1999) dan HAM (UU No.39/1999) termasuk yang pertama disahkan.
Di dalamnya, terkandung harapan yang besar bahwa dalam iklim reformasi ini, pemberantasan korupsi dan penegakan HAM menjadi komitmen kebangsaan yang terawat baik. Dan tiga tahun setelah itu, KPK pun lahir untuk mengambil peran trigger mechanism dalam upaya pemberantasan korupsi di tanah air.
Maka dengan langkah OTT yang dilaksanakan KPK dalam dua pekan berlalu, dapat mengembalikan kepercayaan publik yang sebelumnya telah pudar.
Setidaknya itu ditunjukkan survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI). Hasilnya, terjadi peningkatan kepercayaan masyarakat setelah OTT KPK tersebut. Jika pada bulan November 2020 berada di bawah 70 persen, maka sekarang meningkat menjadi 80 persen.
Menurut Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan, survei itu direkam sebelum KPK melaksanakan OTT terhadap Mensos Juliari Batubara (iNews.id, diakses 8/12, pukul 20.00 WITA). Hemat kita, dengan adanya OTT terakhir, boleh jadi tingkat kepercayaan itu lebih tinggi lagi.
Pilkada Serentak
Melalui pilkada serentak hari ini, diharapkan dapat tercipta akuntabilitas pada tingkat daerah (local accountability), juga kesetaraan politik (political equity), dan tumbuhnya daya tanggap di setiap daerah tersebut (local responsiveness).
Perhelatan pilkada serentak tahun ini juga diharapkan mendorong proses pemberdayaan masyarakat (empowering society) dalam bidang sosial, politik, dan ekonomi. Harapan itu dapat dicapai dengan hadirnya pemimpin daerah yang mampu merefresentasikan kepentingan publik melalui perwujudan tata kelola pemerintahaan yang baik (good governance).
Selain itu, pilkada serentak tahun ini juga diselenggarakan selagi kecamuk wabah Covid-19. Diberitakan, ada 70 calon kepala-wakil kepala daerah yang terkonfirmasi positif Covid-19. Karena itu, pengetatan protokol kesehatan akan menjadi karakteristik pilkada hari ini –yang semoga tak kembali di waktu mendatang.
Dengan harapan itu, kita berkepentingan agar pelaksanaan pilkada serentak berjalan secara damai dan berkualitas. Sehingga mampu mendorong proses demokratisasi secara luas, adil dan terbuka. Setiap warga negara menggunakan hak politiknya dengan bebas dan tanpa tekanan saat memilih pemimpin di daerah masing-masing.
Pemimpin terpilih yang lahir dengan basis legitimasi kuat. Yang akan menggerakkan dan mengarahkan kehidupan kolektif masyarakatnya untuk mencapai pulau impian. Dengan kata lain, pemimpin yang menginspirasi.
Mungkin karena itulah, Sang Waktu menempatkan pelaksanaan pilkada serentak dalam tenggat yang diapit oleh 2 momen penting: peringatan Antikorupsi dan HAM.
Seakan ingin menitip pesan kepada seluruh kontestan pilkada, bahwa dua isu besar itu harus selalu ada dalam kepala mereka. Bahwa tindakan koruptif sesungguhnya adalah langkah menuju jurang keburukan yang dalam. Dampaknya bagi kehidupan bersama akan luas sekali.
Juga agar siapa pun pemimpin baru yang memperoleh suara terbanyak (untuk menghindari kata ‘pemenang’), hendaknya selalu mengingat bahwa ia dilahirkan di Hari Antikorupsi Sedunia. Dan disambut sehari kemudian oleh peringatan Hak Asasi Manusia.
Cukuplah dengan mengingat dua momentum penting ini (dan mengamininya), kita percaya para pemimpin baru akan menghadirkan kemaslahatan bagi warganya dan kemajuan daerah yang dipimpinnya. Pemimpin baru dengan vitalitas Antikorupsi yang kuat dan antusiasme yang nyaring terhadap pemenuhan nilai-nilai HAM.
Transparansi dan keterbukaan informasi publik kemudian menjadi instrumen untuk menjaga penyelenggaraan pemerintahan senantiasa berkhidmat bagi kepentingan bersama. Melalui itulah kita menjemput masa depan dengan intensi yang damai dan beradab.
Selamat datang pemimpin baru. Tetaplah selalu mengingat hari ini dan besok.
Barangkali itu!
https://kaltim.prokal.co/read/news/380638-hakordia-pilkada-dan-ham/30