
Banyaknya Perguruan Tinggi yang bermasalah dengan korupsi merupakan akibat dari tidak transparannya pengelolaan informasi. Sistem manajemen yang berbelit-belit menyebabkan publik kesulitan mengakses informasi yang berguna untuk mengawasi setiap kegiatan Perguruan Tinggi. Salah satu cara agar Perguruan Tinggi terbebas dari praktek korupsi adalah dengan memperbaiki tata kelola Perguruan Tinggi, yaitu menciptakan media pengelolaan informasi yang baik.
Sebagaimana tuntutan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan demi untuk menjamin keterbukaan informasi publik, setiap badan publik wajib memiliki Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID). Hal ini berguna untuk memberi jaminan kepada publik agar dapat menerima informasi yang tidak ditemukan dalam website Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Jika melihat pengelolaan informasi di beberapa Perguruan Tinggi negeri tentang ketersedian informasi di website, Perguruan Tinggi yang bersangkutan masih belum menunjukkan adanya publikasi yang baik terhadap informasi yang seharusnya diketahui publik. Informasi seperti tata kelola Perguruan Tinggi yang harusnya diketahui publik masih minim tersedia. Sistem pengelolaan data perlu diperbaiki agar terciptanya Perguruan Tinggi yang transparan dan akuntabel. Bila telah demikian, kontrol publik terhadap Perguruan Tinggi dapat menghindarkan terjadinya praktek korupsi, serta pihak Perguruan Tinggi akan lebih hati-hati dalam mengelola informasi, sebab bila terjadi kesalahan dapat berakibat fatal. Dengan begitu, Perguruan Tinggi dapat menjadi model pengelolaan keterbukaan informasi publik yang baik. Dari situ dapat kita ambil kesimpulan bahwa Perguruan Tinggi harus memperbaiki sistem pengelolaan informasi yang berbasis teknologi (website) dan memperbaiki manajemen permintaan data secara langsung. Karena Perguruan Tinggi sebagai tempat lahirnya kaum intelektual harus menjadi contoh sempurna bagaimana mengelola informasi yang baik. Bila pengelolaan informasi di badan publik baik, maka potensi terjadinya korupsi pun semakin kecil.
PENDAHULUAN
Kasus korupsi yang terjadi di Perguruan Tinggi merupakan akibat dari tidak transparannya manajemen pengelolaan informasi di Perguruan Tinggi. Kurangnya ketersediaan informasi yang dapat diakses publik telah menyebabkan pengawasan publik terhadap Perguruan Tinggi menjadi sangat minim.
Seperti halnya korupsi yang terjadi di beberapa Perguruan Tinggi. Di antaranya korupsi yang melibatkan guru besar Universitas Tadulako (Untad) Prof Dr Sultan MSi dan Fauzian Tendri Sisi Mantan Bendahara Lemlit Untad atas dugaan terlibat korupsi dana penelitian tahun 2013-2014 sebesar Rp980 juta (antaranews.com, 2016). Prof Salmadanis, Guru Besar IAIN Imam Bonjol Padang, ditahan karena diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi pada pembangunan kampus IAIN Imam Bonjol III di Sungai Bangek, Padang (sumbarsatu.com, 2016). Mantan Rektor Universitas Airlangga Fasichul Lisan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga, dengan nilai proyek sekitar Rp 300 miliar dan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 85 miliar (tempo.co, 2016). Dan dapat pula diperkirakan masih banyak kasus korupsi lainnya yang terjadi di Perguruan Tinggi.
Sebagaimana Indonesia telah memiliki regulasi yang mengatur tentang keterbukaan informasi publik yaitu Undang-Undang No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik yang merupakan instrumen hukum yang mendukung perwujudan transparansi. Undang-undang ini lahir untuk memberikan jaminan terhadap semua orang dalam memperoleh informasi (Partodihardjo 2009). Sebagaimana yang dijamin Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 f yang berbunyi “setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosial, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, dan menyimpan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Kategori informasi publik yang harus disediakan Perguruan Tinggi adalah Informasi berkala, tersedia setiap saat dan serta merta. Namun kondisi media informasi kampus, seperti di UI, Unand dan UBH masih belum mempublikasi ketiga informasi tersebut dengan baik.
Ketiga Perguruan Tinggi tersebut sengaja penulis jadikan objek penelitian tentang mekanisme pengelolaan informasi publik di Perguruan Tinggi. Sebab ketiga Perguruan Tinggi itu terdiri dari Perguruan Tinggi Berbadan Hukum (PTN-BH), Badan Layanan Umum (BLU), dan Perguruan Tinggi swasta.
Sebagai badan publik, Perguruan Tinggi mempunyai kewajiban untuk membuka akses atas informasi publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan Perguruan Tinggi tersebut kepada masyarakat luas. Melalui mekanisme dan pelaksanaan prinsip keterbukaan akan tercipta tata kelola Perguruan Tinggi yang transparan dan akuntabel sebagai salah satu cara untuk menciptakan Perguruan Tinggi yang anti-korupsi.
Dengan demikian, Publik dapat mengawasi pengelolaan Perguruan Tinggi dengan baik, dan Perguruan Tinggi dapat termotivasi untuk bertanggung jawab dan berorientasi terhadap pengelolaan sistem informasi yang baik. Sebab jika terjadi kesalahan, maka kesalahan itu dapat berakibat fatal terhadap Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Dan upaya tersebut diharapkan dapat mewujudkan good governance dan mencegah praktek KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Perguruan Tinggi. Dengan begitu pula, Perguruan Tinggi sebagai tempat lahirnya kaum terdidik dapat menjadi contoh badan publik yang mengelola informasi dengan baik. Bila pengelolaan informasi di badan publik baik, maka potensi terjadinya korupsi pun semakin kecil.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dalam makalah ini penulis bermaksud untuk mengulas bagaimana manajemen pengelolaan informasi di Perguruan Tinggi dalam rangka mendorong transparansi Perguruan Tinggi?
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DAN KORUPSI
a. Hak Atas Informasi
Sebagai manusia kita mempunyai hak mendasar yang disebut dengan hak asasi. Hak asasi adalah hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia).
Selain hak asasi manusia, warga negara Indonesia juga mempunyai hak atas informasi. Hak atas informasi ini dijamin UUD 1945. Pada pasal 28F dinyatakan: “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”
Untuk menguatkan ketentuan dalam UUD 1945 tersebut, maka disusunlah Undang-Undang No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP). UU KIP memberikan jaminan kepada setiap warga negara untuk memperoleh informasi yang dikuasai oleh badan publik. UU KIP memberikan acuan yang jelas kepada warga negara tentang tata cara memperoleh informasi dari badan publik, yang mana masyarakat dapat memantau setiap kebijakan, aktivitas maupun anggaran badan-badan publik yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara maupun yang berkaitan dengan kepentingan publik lainnya (Partodihardjo 2009).
b. Jenis Informasi publik
Menurut UU KIP terdapat dua jenis informasi publik yang ada di badan publik, yaitu informasi yang terbuka dan informasi yang dikecualikan, masing-masing adalah sebagai berikut:
1. Informasi yang terbuka
1) Informasi badan publik yang wajib diumumkan secara berkala meliputi:
1. Informasi tentang profil badan publik, yang meliputi:
a. Informasi tentang kedudukan atau domisili beserta alamat lengkap, ruang lingkup kegiatan, maksud dan tujuan, tugas dan fungsi badan publik serta unit-unit dibawahnya. b. Struktur organisasi, gambaran umum tiap satuan kerja, profil singkat pejabat.
2. Ringkasan informasi tentang program dan/atau kegiatan yang sedang dijalankan dalam lingkungan badan publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Nama program/kegiatan; b. Penanggungjawab, pelaksana program dan kegiatan serta nomor telepon dan/atau alamat yang dapat dihubungi; c. Target dan/atau capaian program dan kegiatan; d. Jadwal pelaksanaan program dan kegiatan; e. Anggaran program dan kegiatan yang meliputi sumber dan jumlahnya; f. Agenda penting terkait pelaksanaan tugas badan publik; g. Informasi khusus lain yang berkaitan langsung dengan hak-hak masyarakat; h. Informasi tentang penerimaan calon pegawai dan/atau pejabat badan publik; i. Informasi tentang penerimaan calon peserta didik pada badan publik yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk umum.
3. Informasi tentang kinerja dalam lingkup badan publik berupa narasi realisasi program dan kegiatan yang telah maupun sedang dijalankan;
4. Informasi tentang laporan keuangan yang sekurang-kurangnya meliputi:
a. Rencana dan laporan realisasi anggaran. b. Neraca. c. Laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku. d. Daftar aset dan investasi.
5. Ringkasan akses Informasi Publik sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Jumlah permohonan Informasi Publik yang diterima b. Waktu yang diperlukan dalam memenuhi setiap permohonan Informasi Publik c. Jumlah permohonan Informasi Publik yang dikabulkan baik sebagian atau seluruhnya dan permohonan Informasi Publik yang ditolak d. Alasan penolakan permohonan Informasi Publik
6. Ringkasan tentang peraturan, keputusan, dan/atau kebijakan yang mengikat dan/atau berdampak bagi publik yang dikeluarkan oleh Badan Publik.
7. Informasi tentang hak dan tata cara memperoleh Informasi Publik, serta tata cara pengajuan keberatan serta proses penyelesaian sengketa Informasi Publik berikut pihak-pihak yang bertanggungjawab yang dapat dihubungi;
8. Informasi tentang tata cara pengaduan penyalahgunaan wewenang atau pelanggaran yang dilakukan baik oleh pejabat Badan Publik maupun pihak yang mendapatkan izin atau perjanjian kerja dari Badan Publik yang bersangkutan;
9. Informasi tentang pengumuman pengadaan barang dan jasa sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait;
10. Informasi tentang prosedur peringatan dini dan prosedur evakuasi keadaan darurat di setiap kantor Badan Publik.
2) Informasi badan publik yang wajib diumumkan secara serta merta
Informasi publik yang wajib diumumkan secara serta merta adalah informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum antara lain:
1. Informasi tentang keadaan bencana non-alam seperti kegagalan industri atau teknologi, dampak industri, ledakan nuklir, pencemaran lingkungan dan kegiatan keantariksaan; 2. Bencana sosial seperti kerusuhan sosial, konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan teror; 3. Informasi tentang racun pada bahan makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat; atau 4. Informasi tentang rencana gangguan terhadap utilitas publik.
3) Informasi badan publik yang wajib tersedia setiap saat
Informasi Publik yang wajib tersedia setiap saat sekurang-kurangnya terdiri atas:
1. Daftar Informasi Publik yang sekurang-kurangnya memuat:
a. Nomor b. Ringkasan isi informasi c. Pejabat atau unit/satuan kerja yang menguasai informasi d. Penanggungjawab pembuatan atau penerbitan informasi e. Waktu dan tempat pembuatan informasi f. Bentuk informasi yang tersedia g. Jangka waktu penyimpanan atau retensi arsip;
2. Informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau atau kebijakan Badan Publik yang sekurang-kurangnya terdiri atas:
a. Dokumen pendukung seperti naskah akademik, kajian atau pertimbangan yang mendasari terbitnya peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut b. Masukan-masukan dari berbagai pihak atas peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut c. Risalah rapat dari proses pembentukan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut d. Rancangan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut e. Tahap perumusan peraturan, keputusan atau kebijakan tersebut f. Peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang telah diterbitkan;
3. Seluruh informasi lengkap yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 UU KIP;
4. Informasi tentang organisasi, administrasi, kepegawaian, dan keuangan;
5. Surat-surat perjanjian dengan pihak ketiga berikut dokumen pendukungnya;
6. Surat-menyurat pimpinan atau pejabat Badan Publik dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya;
7. Syarat-syarat perizinan, izin yang diterbitkan dan/atau dikeluarkan berikut dokumen pendukungnya, dan laporan penaatan izin yang diberikan;
8. Data perbendaharaan atau inventaris;
9. Rencana strategis dan rencana kerja Badan Publik;
10. Agenda kerja pimpinan satuan kerja;
11. Informasi mengenai kegiatan pelayanan Informasi Publik yang dilaksanakan, sarana dan prasarana layanan Informasi Publik yang dimiliki beserta kondisinya, sumber daya manusia yang menangani layanan Informasi Publik beserta kualifikasinya, anggaran layanan Informasi Publik serta laporan penggunaannya;
12. Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang ditemukan dalam pengawasan internal serta laporan penindakannya;
13. Jumlah, jenis, dan gambaran umum pelanggaran yang dilaporkan oleh masyarakat serta laporan penindakannya;
14. Daftar serta hasil-hasil penelitian yang dilakukan;
15. Informasi Publik lain yang telah dinyatakan terbuka bagi masyarakat berdasarkan mekanisme keberatan dan/atau penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
16. Informasi tentang standar pengumuman informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 bagi penerima izin dan/atau penerima perjanjian kerja;
17. Informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum.
2. Informasi yang dikecualikan
Informasi Publik yang dikecualikan sifatnya rahasia dan tidak dapat diakses oleh publik sesuai dengan kriteria yang diatur dalam Pasal 17 UU KIP. Informasi Publik dikecualikan secara limitatif berdasarkan pada Pasal 17 UU KIP. Untuk menjelaskan informasi yang dikecualikan/dirahasiakan yaitu (Partodihardjo 2009):
1. Consequential harm, informasi tertentu dapat dikategorikan rahasia apabila pejabat publik secara memuaskan mampu menjelaskan konsekuensi atau resiko kerugian yang muncul. 2. Balancing public interest, setelah ditimbang bahwa kepentingan publik untuk tidak membuka informasi lebih besar dibandingkan dengan kepentingan publik untuk mengakses informasi.
c. Prinsip Pelayanan Publik yang Baik
Pelayanan publik yang baik dapat pula tercermin dengan adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (Alsyam dan Afriani 2016). Menurut Undang-Undang No.25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik adalah sebagai berikut:
1. Efektifitas, lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan sarana.
2. Sederhana, mengandung arti prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang memintanya.
3. Transparan, mengandung arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai:
a. Prosedur/tata cara pelayanan; b. Persyaratan (teknis maupun administratratif); c. Pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan yang baik; d. Rincian biaya/tarif pelayanan dan tata cara pembayarannya; e. Jadwal waktu penyelesaian pelayanan.
4. Keterbukaan, mengandung arti prosedur/tata cara persyaratan, satuan kerja pejabat/pejabat penanggung jawab pemberi layanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
5. Efisisensi, mengandung arti:
a. Persyaratan pelayanan hanya dibatasi oleh hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan yang berkaitan;
b. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan dalam hal proses pelayanan masyarakat yang mempersyaratkan adanya kelengkapan persyaratan dari pejabat penanggung jawab pemberi layanan.
6. Ketepatan waktu, mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan.
7. Responsif, mengandung makna adanya daya tanggap dan cepat menanggapi apa yang menjadi masalah, kebutuhan dan aspirasi publik yang dilayani.
8. Adaptif, cepat menyesuaikan terhadap apa yang menjadi tuntutan, keinginan dan aspirasi publik yang dilayani dan senantiasa mengalami kemajuan.
d. Relasi Transparansi dan Korupsi
Sebagai badan publik dan instansi pendidik, Perguruan Tinggi wajib menerapkan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Prinsip transparansi berarti bahwa pengelolaan Perguruan Tinggi harus terbuka dan mampu menyajikan informasi yang relevan, secara tepat dan akurat kepada pemangku kepentingan untuk mencegah terjadinya praktek-praktek kecurangan dalam pengelolaan Perguruan Tinggi yang dapat merugikan masyarakat. Prinsip akuntabilitas merupakan kemampuan dan komitmen untuk mempertanggungjawabkan semua kegiatan yang dijalankan Perguruan Tinggi kepada semua pemangku kepentingan sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan.
Disinilah letak relasi transparansi dan korupsi itu, yaitu transparansi akan menciptakan situasi dimana ruang publik untuk mengawasi kegiatan Perguruan Tinggi menjadi tidak terbatas. Namun jika transparansi informasi di Perguruan Tinggi tidak terlaksana, maka patut dicurigai bahwa ada sesuatu yang ditutupi yaitu berupa tindak pidana korupsi. untuk itu, Perguruan Tinggi sebagai badan publik harus bisa diminta pertanggungjawaban bila terjadi korupsi, melalui mekanisme UU KIP, Perguruan Tinggi harus dianggap sebagai subjek hukum sehingga berlaku ketentuan Pasal Pasal 20 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PENGELOLAAN MEDIA INFORMASI PERGURUAN TINGGI
a. Instrumen UU KIP
1. Komisi Informasi
Komisi Informasi merupakan lembaga mandiri yang berfungsi menjalankan Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan peraturan pelaksanaannya, menetapkan petunjuk teknis standar layanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi non litigasi yang diajukan oleh setiap pemohon informasi publik, menetapkan kebijakan umum pelayanan informasi public (Komisi Informasi Pusat 2014).
2. Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID)
Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) adalah pejabat yang bertanggung jawab di bidang penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan, dan/atau pelayanan informasi di badan publik (Pasal 1 angka 9 Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik). PPID merupakan pejabat administrasi yang wajib ada di setiap badan publik.
b. Kondisi Pengelolaan Informasi di PT
Dari beberapa contoh Perguruan Tinggi yang penulis jadikan objek penelitian yaitu: Universitas Indonesia, Universitas Andalas dan Universitas Bung Hatta, tidak satu pun yang menyajikan informasi secara lengkap di dalam website sehingga publik kesulitan untuk dapat mengetahui informasi. Didalam website Perguruan Tinggi yang bersangkutan penulis tidak menemukan kejelasan menyangkut informasi yang harus disajikan secara berkala, seperti rencana dan laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang disusun sesuai standar akuntansi yang berlaku.
Bahkan di Universitas Andalas (Unand), tidak ada kejelasan menyangkut PPID. Bahkan Unand sempat menolak surat permintaan informasi yang diajukan perkumpulan Integritas dengan alasan di Unand tidak ada PPID, sehingga surat harus langsung ditujukan ke Rektor.
Akibat kurang baiknya pengelolaan informasi di Unand telah menyebabkan mereka menerima gugatan dari perkumpulan Integritas di Komisi Informasi Sumatera Barat. Dalam kasus Universitas Andalas, peneliti Integritas menggugat Unand dalam kasus transparansi pengelolaan bus kampus. Dimana pihak Unand enggan memberikan data pengelolaan bus kampus yang pengelolaannya diserahkan ke swasta. Tanpa adanya penjelasan yang jelas, pihak Unand malah menyatakan bahwa tidak semua orang boleh mengetahui pengelolaan data menyangkut pengelolaan bus kampus ini. Meski dalam mediasi di persidangan KI Padang, pihak Unand yang dalam ini diwakili oleh kuasa hukumnya Ade Gustara, menyatakan akan memperbaiki pengelolaan manajemen informasi di Unand, namun tetap bersikeras tidak mau memberikan data yang dimintai Integritas (catatan: argumen ini merupakan kesimpulan dari proses mediasi antara Universitas Andalas sebagai Termohon dan Integritas sebagai pemohon pada tanggal 26 September 2016 di Komisi Informasi Sumatera Barat).
Sebelum perkumpulan Integritas mengajukan permintaan data, Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP) Universitas Andalas telah terlebih dahulu melakukan permintaan data. Namun pihak Unand menolak permintaan data yang diajukan UKM PHP tersebut dengan alasan bukan setiap orang boleh mengetahui informasi tersebut, bahkan pihak Unand yang diwakili oleh kuasa hukumnya memintai Nama dan Nomor BP mahasiswa yang bersangkutan dan ditandai sebagai mahasiswa pembangkang (catatan: argumen ini merupakan kesimpulan dari proses mediasi antara Universitas Andalas sebagai Termohon dan Integritas sebagai pemohon pada tanggal 26 September 2016 di Komisi Informasi Sumatera Barat). Hal-hal demikian tentu menggambarkan bahwa keterbukaan informasi publik di Perguruan Tinggi masih jauh dari prinsip transparansi dan akuntabilitas. Implementasi UU KIP masih belum terlaksana dengan baik di Perguruan Tinggi. Keberadaan PPID masih sebatas tertib administrasi dengan belum adanya kinerja yang baik oleh PPID setiap Perguruan Tinggi.
c. Pengelolaan Informasi yang Ideal di PT
Idealnya, sebagai instansi pendidikan, hendaknya Perguruan Tinggi mencerminkan sebuah kelembagaan yang antikorupsi, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar pelayanan publik yang baik dan adanya pengelolaan informasi yang dapat diakses publik dengan mudah. Setidaknya ada beberapa hal yang harus dilakukan Perguruan Tinggi untuk menciptakan pengelolaan informasi yang ideal dan mencerminkan kampus anti-korupsi, yaitu:
1. Memperbaiki kinerja PPID PPID harus bekerja maksimal dalam menjalankan tanggung jawab mengelola informasi di Perguruan Tinggi. PPID harus mampu menciptakan situasi dimana informasi yang menjadi hak publik dapat diakses dengan mudah. Tanggung jawab PPID bukan hanya sebatas memberi jaminan agar publik dapat mengakses informasi, namun juga memastikan informasi yang diterima masyarakat itu terjamin kualitasnya. PPID juga harus bertanggungjawab memperbaiki setiap kesalahan informasi yang disajikan, sehingga tidak terjadi kebingungan atas kesalahan penyajian informasi tersebut.
2. Menyampaikan Informasi dengan baik di media website Perguruan Tinggi melalui PPID harus menciptakan media informasi berupa website dengan baik. Informasi yang disajikan di media website harus jelas agar tidak terjadi kesalahpahaman/kekeliruan publik saat mengakses informasi, itu yang petama. Kedua, informasi yang disajikan di dalam media website harus terperinci, seperti: memuat daftar informasi yang tersedia, meletakkan informasi sejenis dalam satu kelompok, dan menjelaskan secara rinci informasi yang ada. Kemudian yang terakhir atau yang ketiga, informasi yang disajikan di media website harus lengkap, dengan artian sebuah informasi yang dipublikasi tidak terpotong-potong, melainkan dijelaskan sekaligus mulai dari awal hingga akhir. Hal ini bertujuan agar publik dengan mudah mengakses informasi tanpa perlu mengutak-atik beberapa halaman di media website dan memberikan jaminan kualitas informasi yang didapatkan publik. Dengan demikian, publik dapat mengawasi setiap kegiatan dan menganalisis laporan Perguruan Tinggi. Jika terjadi kesalahan informasi yang disajikan, publik dapat meminta pertanggungjawaban Perguruan Tinggi untuk memperbaiki, dan bila hasil perbaikan masih bermasalah dan terindikasi adanya korupsi, maka publik dapat melakukan tuntutan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 20 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi.
3. Memberikan Perlindungan terhadap Partisipasi Mahasiswa Maksudnya adalah Perguruan Tinggi wajib memberikan jaminan bahwa tidak akan ada intimidasi terhadap mahasiswa yang berpartisipasi, mengkritisi pengelolaan informasi dan membantu mengungkap korupsi di Perguruan Tinggi. Perguruan Tinggi harus memberikan jaminan kepada mahasiswa bahwa keikutsertaannya dalam mengkritisi dan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi tidak akan berimbas kepada perkuliahannya. Sebab selama ini kendala utama yang menyebabkan mahasiswa tidak mampu mengkritisi pengelolaan informasi di Perguruan Tinggi dan melaporkan dugaan korupsi adalah intimidasi dan rasa takut akan menimbulkan masalah dengan perkuliahannya.
KESIMPULAN
Sebagaimana kewajiban dari badan publik, Perguruan Tinggi wajib menerapkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dengan baik. Dalam UU KIP, prinsip ini menuntut badan publik untuk membuka/mempublikasi informasi guna untuk menciptakan kondisi pengelolaan badan publik yang transparan dan akuntabilitas. Jika Perguruan Tinggi menolak untuk membuka infomasi ke publik, maka dapat dicurigai bahwa ada yang ditutup-tutupi, yaitu berupa tidak pidana korupsi. Untuk itu, melalui UU KIP dengan mekanisme keterbukaan informasi publik, Perguruan Tinggi dapat dimintai pertanggungjawaban terhadap segala bentuk informasi yang menjadi hak publik. Dan jika ada indikasi terjadinya korupsi, Perguruan Tinggi dapat pula dituntut dengan ketentuan UU Tipikor. Mekanisme seperti ini bertujuan untuk meminimalisir peluang terjadinya korupsi di Perguruan Tinggi.
Sebab Perguruan Tinggi sebagai tempat berkumpulnya kaum intelektual harus menjadi contoh badan publik yang anti korupsi dengan menerapkan UU KIP dengan baik. Namun bila Perguruan Tinggi terlibat korupsi, maka sudah dipastikan perilaku tersebut akan diadopsi oleh mahasiswa, apalagi yang melakukan korupsi tersebut melibatkan tenaga pendidik, yakni Guru Besar dan jajaran pendidik lainnya. Sebab Guru Besar merupakan kasta tertinggi dalam ilmu pengetahuan akan selalu dicontoh oleh mahasiswa, dosen, dan masyarakat luas. Sebagaimana hakikatnya, murid akan melakukan lebih dari apa yang dilakukan gurunya, seperti peribahasa yang mengatakan “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”.
REFERENSI
Buku
Chazawi Adami, 2016. Hukum Pidana Korupsi di Indonesia, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Soemarno Partodiharjo, 2009. Tentang Keterbukaan Informasi Publik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Tim Komisi Informasi Pusat, 2014, Komisi Informasi Pusat, The Jawa Pos Institute Of Pro-Otonomi, Jakarta.
Tim Komisi Pemberantasan Korupsi, 2006. Memahami Untuk Membasmi”, Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta.
Tim Sosialisasi Undang-Undang Perguruan Tinggi, …., Otonomi dan Tata Kelola Perguruan Tinggi, Nizam, Jakarta.
Jurnal
Alsyam dan Afriani, “Efektifitas Peran Ombusdman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Sumatera Barat Dalam Rangka Memberikan Pelayanan Publik Berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombusdman Di Kota Padang”, Yustisia, Volume 23, Nomor 1, Januari-Juni 2016
Peraturan Perundang-Undangan
Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Republik Indonesia. Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 April 2008, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 nomor 61.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan tindak Pidana Korupsi. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 November 2001. Tambahan Lembaran Negara Nomor 4150.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 2009, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.
Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Diundangkan di Jakarta pada 23 September 1999. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165.
Website
Antara News, Fauzi, “Guru Besar Untad ditahan terkait korupsi”, http://www.antaranews.com/berita/574453/guru-besar-untad-ditahan-terkait-kasus-korupsi , diakses tanggal 29 September 2016.
Sumbarsatu.com, “Guru Besar IAIN Imam Bonjol padang dan Notaris di tahan Kejari Padang”, http://www.sumbarsatu.com/berita/13233-guru-besar-iain-imam-bonjol-padang-dan-notaris-ditahan-kejari-padang, diakses tanggal 29 September 2016.
Tempo, “Korupsi RS Unair KPK Tetapkan Rektor Unair Tersangka”, https://m.tempo.co/read/news/2016/03/30/078758257/korupsi-rs-unair-kpk-tetapkan-mantan-rektor-unair-tersangka, diakses tanggal 2 Oktober 2016
http://www.bunghatta.ac.id diakses tanggal 8 Oktober 2016
http://www.ui.ac.id diakses tanggal 8 Oktober 2016
http://www.unand.ac.id diakses tanggal 8 Oktober 2016
PENULIS: ANTONI PUTRA | Fakultas Hukum Universitas Andalas